Beritakoperasi, Purwokerto  Bank Indonesia menilai surplusnya neraca perdagangan Indonesia pada Maret 2024 meningkat menjadi USD 4,47 miliar merupakan suatu hal yang positif untuk menopang ketahanan eksternal perekonomian Indonesia lebih lanjut.

Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) surplus neraca perdagangan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan surplus pada Februari 2024 sebesar USD 0,83 miliar.

"Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah dan otoritas lain guna terus meningkatkan ketahanan eksternal dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan," kata Asisten Gubernur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono, dalam keterangan BI, Selasa (23/4/2024).

BI mencatat, surplus neraca perdagangan Maret 2024 yang lebih tinggi terutama bersumber dari surplus neraca perdagangan nonmigas yang meningkat signifikan.

Neraca perdagangan nonmigas pada Maret 2024 mencatat surplus sebesar USD 6,51 miliar lebih tinggi dibandingkan surplus pada bulan sebelumnya sebesar USD 2,60 miliar.

"Surplus neraca perdagangan nonmigas yang tinggi ini sejalan dengan ekspor nonmigas yang meningkat mencapai USD 21,15 miliar," ujarnya.

Baca juga:  Penyebab Harga Bawang Merah Naik

Kinerja positif ekspor nonmigas tersebut didukung oleh ekspor komoditas berbasis sumber daya alam, seperti logam mulia dan perhiasan/permata, besi dan baja, serta lemak dan minyak hewani/nabati maupun ekspor produk manufaktur seperti mesin dan perlengkapan elektrik serta berbagai produk kimia.

Adapun berdasarkan negara tujuan, ekspor nonmigas ke Tiongkok, Amerika Serikat, dan India tetap menjadi kontributor utama ekspor Indonesia. Sementara, defisit neraca perdagangan migas tercatat meningkat ke level USD 2,04 miliar pada Maret 2024 sejalan dengan peningkatan impor migas yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan ekspor migas.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kondisi neraca perdagangan barang Indonesia pada Maret 2024 mengalamu surplus sebesar USD 4,47 miliar. Catatan ini memperpanjang tren surplus neraca perdagangan selama 47 bulan secara berturut-turut.

Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan surplus neraca perdagangan Maret 2024 mengalami kenaikan sebesar USD 2,65 miliar dari bulan sebelumnya.

"Pada maret 2024 neraca perdagangan barang mencatat surplus sebesar USD 4,47 miliar. Naik sebesar USD 2,65 miliar secara bulanan," kata Amalia dalam Konferensi Pers, di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin (22/4/2024).

Baca juga:  Menuju Kekuatan Ekonomi Baru Yang Mandiri

Amalia juga mencatat tren surplus ini memperpanjang capaian positif sejak Mei 2020 lalu.

"Dengan demikian emraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 47 bulan berturut sejak Mei 2020," ucapnya.

Dia menjelaskan, surplus neraca perdagangan Maret 2024 lebih ditopang oleh surplus pada komoditss non migas sebesar USD 6,51 miliar. beberapa komoditas penyumbang surplus yang utama berasal dari bahan bakar mineral (HS 27), lemak dan minyak hewan nabati (HS 15), serta besi dan baja HS 72.

"Surplus neraca perdagangan non migas maret 2024, ini saya sampaikan lebih besar jika kita bandingkan dengan bulan lalu, dan juga dibansingkan pada bulan maret tahun lalu. Pada saat yang sama Neraca perdagangan migas tercatat defisit sebesar USD 2,04 miliar. Tentunya defisit ini disumbang oleh hasil minyak maupun minyak mentah," bebernya.

Surplus neraca perdagangan itu dilihat juga dari besaran ekspor dan impor barang yang dilakukan Indonesi.

Pada maret 2024 nilai ekspor Indonesia mencapai USD 22,43 miliar atau mengalami kenaikan 16,40 secara bulanan. Sementara itu secara tahunan nilai ekspor pada Maret 2024 mengalami penurunan 4,19 persen.

Baca juga:  Menteri Teten Usul Bentuk Kompartemen Koperasi di OJK dalam RUU Omnibus Law Sektor Keuangan

Penyumbang utama kenaikan ekspor secara bulanan adalah eknaikan ekspor industir pengolahan, logam dasar mulia, sawit.

Sementara penurunan nilai ekspor secara tahunan utamanya disumbang oleh oenurunan ekspor komoditas pertambangan dan lainnya.

Nilai impor mencapai USD 17,96 miliar. Ini mengalami penurunan baik scr bulanan maupun tahunan yang masing-masing sebesar 2,60 persen dan 12,76 persen.

"Penyumbang utama penurunan nilai impor secara bulannan dan tahunan adalah nilai impor barang modal," pungkasnya. (Beritakoperasi/ Izul)