Beritakoperasi, Jakarta – Gonjang-ganjing RUU PPSK membuat insan koperasi tanah air ketar-ketir, pasalnya pada RUU PPSK koperasi simpan pinjam akan diawasi oleh OJK. Pegiat koperasi tanah air yang tergabung dalam beberapa elemen sontak protes keras. Bahkan demo pun digelar Rabu (7/12).

Menyikapi berbagai gejolak yang muncul Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM Ahmad Zabadi mengatakan RUU Perkoperasian ditarget selesai dibahas pada pertengahan tahun 2023 mendatang. Nantinya, ini akan menjadi payung hukum terbaru yang akan mengatur para koperasi.

Ia katakan kabarnya, RUU ini akan masuk ke meja parlemen pada Maret 2023, kemudian pembahasannya akan rampung di akhir masa sidang pertama, atau sekitar pertengahan tahun.

Dapatkan Buku Bacaan Wajib Pelaku Koperasi Indonesia | Buku Karya Lengkap Bung Hatta Diskon 10 %

"RUU Perkoperasian tak perlu masuk prolegnas, ketika kita siap dapat persetujuan presiden, presiden bersurat ke DPR, ini kita bisa ktia harapkan tahun 2023 bisa masuk," kata Zabadi kepada wartawan, ditulis Rabu (7/12/2022).

Baca juga:  DiTanya Soal Dasar Hukum Sekolah Masuk Pukul 5 Pagi Gubernur NTT : Kau Pikir Sendiri

Kendati begitu, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu untuk RUU Perkoperasian bisa masuk ke meja pembahasan di parlemen.

Salah satunya adalah rampungnya RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). Karena, aturan ini yang akan menjadi acuan dalam penyusunan RUU Perkoperasian. Karena ada beberapa bagian aturan yang mencakup koperasi dalam beleid itu.

"RUU Perkoperasian ini merupakan kelanjutan dari putusan MK yang membatalkan UU No. 17 Tahun 2012, sehingga status RUU ini bersifat mendesak dan dibutuhkan untuk menggantikan UU No. 25 Tahun 1992 yang sudah out of dated, sudah berusia 30 tahunan," sambung Zabadi.

Zabadi menjelaskan jika RUU Perkoperasian pernah akan masuk ke bahasan DPR di akhir tahun 2019. Hanya saja, beberapa hari sebelumnya, ada poin-poin yang perlu dibahas lebih lanjut. Sehingga urung dibahas di meja parlemen.

Zabadi menegaskan bagian-bagian penting dalam RUU Perkoperasian ini. Misalnya, Pengawasan dengan menginisiasi Otoritas Pengawas Koperasi, untuk meningkatkan kepatuhan koperasi, prudensial dan profesionalisme koperasi.

Baca juga:  Buku Karya Lengkap Bung Hatta : Bacaan Wajib Pelaku Koperasi Indonesia

"Pengawasan ini menjadi isu krusial karena membutuhkan standar tertentu. Ke depan kami menghendaki standar pengawasan oleh OPK ini seperti standarnya OJK, sehingga KSP bisa benar-benar naik kelas," katanya lagi.

Zabadi menegaskan lagi adanya aturan mengenai penjaminan, dengan membangun Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi. Tujuannya untuk melindungi simpanan-simpanan anggota khususnya bagi Koperasi Simpan Pinjam. Lalu, Apex, dengan mengatur dan mengonsolidasi lembaga apex koperasi keuangan yang ada, tujuannya untuk menjadi solusi likuditas bagi KSP atau Unit Simpan Pinjam.

Ia paparkan lagi soal penyehatan, dengan membangun Komite Penyehatan Koperasi Simpan Pinjam. Sehingga dapat menjadi solusi ketika ada koperasi yang mengalami masalah. Serta sanksi, dengan mengatur sanksi pidana bagi pelanggaran atau penyelewengan praktik berkoperasi. Tujuannya untuk memberi kepastian hukum, menimbulkan efek jera sehingga badan hukum koperasi tidak disalahgunakan.

"Selain pilar-pilar utama di atas, RUU mendatang juga memetakan berbagai lembaga-lembaga pendukung lain yang relevan sehingga dapat disinergikan bersama untuk membangun koperasi di Indonesia, baik sektor keuangan maupun sektor riil," ujarnya mengakhiri pernyataan. (Diah/Beritakoperasi)

Baca juga:  Pojok Redaksi : Mengawal Status PPKL, Penyuluh Koperasi Dan Penggerak Koperasi Indonesia