Jakarta, Beritakoperasi – Menteri Koperasi dan Usaha Kecil (MenKepUKM), Teten Masduki mengusulkan agar jumlah koperasi di Indonesia dikurangi. Dengan kata lain, ia menyarankan agar koperasi-koperasi di Indonesia melakukan penggabungan dua perusahaan atau lebih (merger).

Hal ini bertujuan untuk mempermudah pengawasan terhadap koperasi yang ada. 

Teten mengungkap pada masa awal jabatannya yaitu selama masa pandemi COVID-19, ada delapan koperasi simpan pinjam yang gagal bayar.

Berdasarkan pengalaman tersebut, ia menunjukan bahwa ekosistem koperasi, terutama yang bergerak di simpan pinjam belum dikelola dengan baik. 

Berbeda dengan sektor perbankan yang telah memiliki lembaga pengawasan seperti LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan), koperasi belum memiliki fungsi pengawasan khusus.

Teten pun mengakui bahwa undang-undang terkait koperasi masih merupakan undang-undang lama, sehingga implementasinya tidak sesuai dengan zaman sekarang.

Padahal Teten melihat bahwa koperasi bukan lagi lembaga kecil. Saat ini koperasi sudah hampir sama dengan perbankan Artinya, relasi antara anggota dengan koperasi sudah seperti nasabah dengan bank.

Baca juga:  Jangan Gagal Paham! Ini Koperasi Yang Diawasi Kemenkop Dan Yang Diawasi OJK Setelah Diketoknya UU PPSK

“Jadi Koperasi saat ini isunya adalah dia mengawasi sendiri dan meregulasi sendiri. Padahal koperasi bukan lagi koperasi kecil-kecil, praktiknya sudah hampir sama dengan perbankan. Jadi enggak mungkin lagi anggota bisa mengawasi secara efektif koperasinya, termasuk oleh badan pengawasnya sendiri. Kalau koperasinya kecil, anggotanya masih saling mengenal satu sama lain. Nah itu efektif pengawasan internal gitu ya. Tapi koperasi yang sudah besar itu membutuhkan pengawasan eksternal, seperti yang diterapkan di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, dan banyak negara lainnya,” kata Teten dalam Economic Update CNBC Indonesia, dikutip Sabtu (3/8/2024).

Di negara-negara lain, koperasi simpan pinjam mengikuti regulasi yang sama dengan bank. Teten mengusulkan agar undang-undang koperasi di Indonesia diubah untuk mencakup pengawasan oleh lembaga seperti LPS dan OJK, guna melindungi penyimpan di koperasi dengan cara yang sama seperti di bank.

“Ada lembaga khusus, termasuk juga ada LPS-nya. Supaya si peminjam yang kecil bisa (tenang atau tidak khawatir) kalau ada gagal bayar itu aman. Kan nggak fair dong Kalau penyimpan di bank dilindungi, kenapa penyimpan di koperasi engga,” ucapnya.

Baca juga:  KemenKopUKM Perkenalkan 7 Buku Strategi Pengembangan Koperasi dan UMKM

“Sekarang sih sudah lumayan, misalnya di undang-undang KSSK kan sudah clear lah. Jadi koperasi yang simpan pinjam, yang Open Loop atau membiayai di luar anggota, dan yang close loop itu di kami. Sehingga sudah dipertegas lagi yang Open Loop itu bukan hanya melayani anggota, tapi juga penyertaan modalnya dan lain-lain, sehingga hitungan kami nanti sebagian besar koperasi simpan pinjam yang saat ini bisa di bawah pengawasan OJK. Nah ini kita sedang coba verifikasi sama OJK. Karena kalau enggak, ini bisa menjadi bom waktu,” kata Teten.

Oleh karena itu, Teten mengajak koperasi-koperasi di Indonesia untuk melakukan merger. 

Untuk mendukung rencana tersebut, Teten mengatakan, pihaknya sudah mulai menerapkan batas bahwa pembuatan koperasi.

Teten mengungkap hanya koperasi yang bermodal besar atau Rp 500 juta yang bisa beroperasi. “Kami mulai membatasi. Misalnya, kalau waktu itu Rp15 juta sudah bisa bikin koperasi simpan pinjam, padahal koperasinya sudah banyak, di berbagai daerah juga ada. Jadi kita terapkan sekarang Rp500 juta. Supaya agak membatasi, tapi tidak punya efek, karena tetap. Ini tidak akan berdampak kepada akses masyarakat terhadap pembiayaan,” jelasnya.

Baca juga:  Penguatan Koperasi Perkebunan: Bupati Ketapang Serukan Komunikasi Lintas Sektor yang Lebih Baik

Ini bertujuan untuk mengurangi jumlah koperasi kecil dan memperbaiki struktur pengawasan tanpa mengganggu akses masyarakat terhadap pembiayaan.

Teten mencatat bahwa koperasi di negara barat, terutama yang terlibat dalam sektor keuangan, menunjukkan pertumbuhan yang lebih tinggi, hingga empat kali lipat dibandingkan dengan bank konvensional..

Karenanya, Teten menilai bahwa koperasi memiliki potensi. Untuk mengembangkan potensi tersebut perlu pembaharuan model bisnis koperasi. Dia mengaitkan potensi koperasi dengan contoh koperasi besar seperti di New Zealand yang berhasil melalui proses merger. (IT/Beritakoperasi)