Jakarta, Beritakoperasi – Maraknya kasus pinjaman online (pinjol) dan judi online di Indonesia telah menimbulkan keresahan di masyarakat.

Pinjol yang awalnya dimaksudkan untuk mempermudah akses keuangan, kerap berubah menjadi jeratan hutang dengan bunga tinggi. Selain itu, pinjol seringkali menggunakan metode penagihan yang tidak manusiawi.

Di sisi lain, judi online yang semakin mudah diakses, sehingga menjangkau berbagai kalangan, termasuk anak muda. 

Judi online memiliki dampak destruktif, yang menimbulkan ketagihan. Oleh karena itu, banyak kasus orang kehilangan harta, pekerjaan, bahkan mengalami kehancuran rumah tangga karena kecanduan judi online.

Perang terhadap judi online menjadi salah satu fokus kementerian sebelumnya (Kemenkominfo) karena jumlah transaksi sejak 2017 hingga bulan September tahun ini mencapai Rp 600 triliun, menurut data PPATK. 

Bahkan, pada kuartal I-2024 (Januari-Maret), nilai transaksi judi online menembus Rp 174 triliun. 

Mengutip dari media ANTARA, Satuan Tugas (Satgas) Judi Online yang dibentuk mantan Presiden Joko Widodo melaporkan pada bulan Juni lalu bahwa aktivitas ilegal ini telah menjerat 2,37 juta penduduk Indonesia dan tragisnya, 2% diantaranya merupakan anak dibawah usia 10 tahun.

Baca juga:  Menkop Ungkap Akan Gandeng GKKI untuk Perbaiki Ekosistem Koperasi Kredit

Presiden Direktur / Ketua Pengurus Koperasi BMI Group, Kamarudin Batubara, menyatakan kekhawatirannya terhadap maraknya judi online dan pinjaman online yang merusak kehidupan sosial masyarakat.

Sosok yang akrab disapa Kambara ini menuturkan bahwa judi online dan pinjol bukan hanya membahayakan ekonomi masyarakat, tetapi juga mengancam integritas sosial-budaya bangsa.

Oleh karena itu, dalam menyambut kepemimpinan baru di Kementerian Koperasi dengan Budi Arie Setiadi sebagai Menteri Koperasi, Kambara berharap pemerintah menyoroti pentingnya kebijakan untuk menutup akses terhadap judi online dan pinjaman online.

“Menutup judi online dan pinjaman online karena sudah merusak budaya bangsa, karena sudah banyak perceraian dan bahkan ada yang sampai menjual anak untuk modal judi online,” ungkapnya saat dihubungi secara virtual.

Motif dalam melakukan dua kegiatan itu seringkali berkaitan dengan finansial, dengan merujuk pada pendekatan keuntungan.

Penanganan masalah pinjol dan judi online memerlukan pendekatan komprehensif yang melibatkan seluruh elemen masyarakat.

Menurut Kamarudin, koperasi bisa menjadi alternatif yang lebih sehat bagi masyarakat yang membutuhkan akses keuangan. 

Baca juga:  KemenKopUKM dan PT TIS Hadirkan Program Pelatihan Barista Berbasis Kompetensi di Tegal

“Solusi pinjol adalah dengan mendorong masyarakat menjadi anggota Koperasi,” ungkap Kambara, dalam keterangan yang diberikan secara online.

Dengan mendorong masyarakat bergabung dengan koperasi, diharapkan mereka dapat memenuhi kebutuhan modal tanpa harus terjerat pinjol yang memberatkan.

Koperasi sebagai bentuk usaha yang dimiliki dan dikelola oleh anggota, memiliki asas kebersamaan dan gotong royong. 

Dalam koperasi, anggota tidak hanya berperan sebagai konsumen, tetapi juga sebagai pemilik yang berhak mengambil keputusan. 

Koperasi dibangun dengan tujuan untuk menciptakan kesejahteraan bersama dan menghindari ketimpangan ekonomi.

Oleh karena itu, koperasi menjadi solusi yang tepat untuk membantu masyarakat terhindar dari jeratan judi online maupun pinjaman online (pinjol). (IT/Beritakoperasi)