Jakarta, Beritakoperasi – Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (PermenKopUKM) Nomor 8 Tahun 2023, tentang Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi menuai kritik di kalangan pelaku koperasi. 

Mengutip dari laman peraturan.bpk.go.id, PermenKopUKM Nomor 8 Tahun 2023 ini mengatur tentang ketentuan umum, pendirian, izin usaha simpanan pinjaman, standar operasional manajemen, kegiatan usaha, skala usaha, pengurus, pengelola, pengawas dan dewan pengawas syariah, permodalan, peran pemerintah dan pemerintah daerah, prinsip mengenali pengguna jasa layanan simpan pinjam, pengawasan dan pelaporan, ketentuan lain-lain, ketentuan administratif, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.

Aturan ini dianggap memaksa koperasi untuk beroperasi layaknya lembaga perbankan. Padahal, kedua lembaga itu memiliki entitas yang berbeda.

Protes dan kritikan terhadap PermenKopUKM itu hadir dari berbagai pelaku koperasi, salah satunya, Kamarudin Batubara, Presiden Direktur/Ketua Pengurus Koperasi BMI Group.

Figur yang dikenal dengan nama panggilan Kambara ini menyampaikan bahwa kebijakan ini perlu dicabut. 

Menurutnya, meski keduanya bergerak di sektor keuangan, terdapat perbedaan mendasar antara koperasi dan perbankan.

Baca juga:  Rincian Anggaran Kementerian Koperasi dan Kementerian UKM

“Mencabut Permenkop yang menyamakan KSP/KSPPS dengan perbankan. Perlu diketahui bahwa meski keduanya sama-sama bergerak dalam sektor keuangan namun sangat nyata perbedaannya,” tuturnya saat diwawancarai secara online.

Menurutnya, aturan tersebut mengurangi fleksibilitas koperasi dalam menjalankan fungsi sosial dan ekonominya. Kambara juga menyoroti pentingnya membedakan koperasi dengan bank. 

“KSP/KSPPS didirikan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam permodalan yang dibangun dalam semangat gotong royong dan kekeluargaan untuk mewujudkan kesejahteraan bersama,” ungkapnya.

Kamarudin menggarisbawahi bahwa koperasi bukanlah lembaga yang berorientasi pada profit. Koperasi adalah sebuah badan usaha yang didirikan dan dikelola oleh orang untuk memenuhi kebutuhan ekonomi bersama.

Koperasi didirikan untuk kesejahteraan seluruh anggota, berlandaskan nilai-nilai gotong royong, kekeluargaan, dan kebersamaan.

Orientasi koperasi mengarah pada pembangunan sosial-ekonomi masyarakat dengan mengedepankan hubungan yang lebih erat dan inklusif, berbeda dengan relasi bisnis biasa. 

Prinsip ini dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh anggota, bukan semata untuk memaksimalkan keuntungan. 

“Sementara perbankan didirikan untuk kesejahteraan para pemodal,” tuturnya.

Aturan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk perbankan ini cenderung tidak sesuai dengan koperasi. 

Baca juga:  Teten Masduki menegaskan UMKM Bisa Maju Bila Bermitra dengan Usaha Besar dalam Rantai Pasok

Bank memiliki kewajiban untuk menjaga likuiditas yang tinggi sebagai langkah antisipasi terhadap risiko kredit dan likuiditas.

Penerapan ketentuan ini tidak cocok diterapkan pada koperasi karena koperasi cenderung memberikan kredit dalam lingkup kecil dan secara selektif kepada anggotanya.

Selain itu, ada penyediaan cadangan risiko yang disisakan sebagian dari laba. Sedangkan Kambara telah menjelaskan bahwa sistem kerja koperasi adalah untuk memberikan kesejahteraan pada anggota.

Oleh karena itu, dana yang didapat tidak untuk ditimbun melainkan diputar kembali untuk layanan anggota. Sehingga koperasi dapat secara mandiri memberikan kesejahteraan kepada anggota-anggotanya.

Statement Kambara terkait PermenKopUKM ini menjadi harapan agar menteri dan wakil menteri baru dapat merespons kritik ini dengan kebijakan yang lebih ramah terhadap koperasi dan dapat membedakannya dari lembaga perbankan. (IT/Beritakoperasi)