Ide Kooperativisasi BUMN Bertolak Belakang Dengan Filosofi Koperasi

Ide pengkonversian BUMN dari badan hukum persero menjadi badan hukum koperasi beberapa hari ini menjadi salah satu pembicaraan utama. Ide yang dilontarkan oleh tokoh koperasi Indonesia, Suroto menuai banyak tanggapan. Pemilik gagasan konversi BUMN menjadi koperasi mengatakan pengkonversian BUMN dari badan hukum persero menuju kepemilikan demokratis oleh rakyat langsung melalui jalan koperasi tujuanya adalah agar rakyat tetap memiliki kendali atas aset strategis negara.

Ide Kooperativisasi BUMN Bertolak Belakang Dengan Filosofi Koperasi

Ide pengkonversian BUMN dari badan hukum persero menjadi badan hukum koperasi beberapa hari ini menjadi salah satu pembicaraan utama. Ide yang dilontarkan oleh tokoh koperasi Indonesia, Suroto menuai banyak tanggapan.

 

Pemilik gagasan konversi BUMN menjadi koperasi mengatakan pengkonversian BUMN dari badan hukum persero menuju kepemilikan demokratis oleh rakyat langsung melalui jalan koperasi tujuanya adalah agar rakyat tetap memiliki kendali atas aset strategis negara.

 

Pemilik gagasan konversi BUMN menjadi koperasi dikatakan lebih lanjut agar rakyat tidak jadi korban komersialisasi dan komodifikasi BUMN. Selanjutnya agar BUMN menjadi lebih transparan dan demokratis.

 

Alasan selanjutnya disampaikan di beberapa media agar rakyat juga dapat turut berpartisipasi aktif secara luas dalam aktivitas BUMN serta turut menikmati usaha-usaha BUMN secara langsung. Intinya adalah agar rakyat dalam ekonomi kita menjadi subyek, ekonomi rakyat meningkat dan kemakmuran bukan hanya dinikmati segelintir orang namun oleh seluruh rakyat Indonesia.

 

Secara makro pemilik gagasan mengatakan konversi koperasi menjadi BUMN akan mengikis kesenjangan ekonomi yang ia katakan sudah sangat parah. Ia mengutip Gini Rasio Kekayaan kita sudah 0,77 (skala 0-1) yang ia artikan menumpuknya kekayaan pada segelintir orang. Dari 4 keluarga konglomerat kekayaannya sama dengan 100 juta rakyat Indonesia (Oxfam, 2022) dan menurut FAO, ada 16,2 juta rakyat yang pergi tidur dengan perut kosong. 

 

Penulis ingin mengoreksi data gini ratio dari data BPS, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur menggunakan Gini Ratio adalah sebesar 0,388. Angka ini meningkat 0,007 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio September 2022 yang sebesar 0,381 dan meningkat 0,004 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2022 yang sebesar 0,384.

Gini Ratio di perkotaan pada Maret 2023 tercatat sebesar 0,409; naik dibanding Gini Ratio September 2022 yang sebesar 0,402 dan Gini Ratio Maret 2022 yang sebesar 0,403. Gini Ratio di perdesaan pada Maret 2023 tercatat sebesar 0,313; tidak berubah dibanding Gini Ratio September 2022 dan turun jika dibandingkan Gini Ratio Maret 2022 yang sebesar 0,314.

 

Data Bank Dunia menjelaskan distribusi pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah adalah sebesar 18,04 persen. Artinya pengeluaran penduduk pada Maret 2023 berada pada kategori tingkat ketimpangan rendah. Jika dirinci berdasarkan daerah, di perkotaan angkanya tercatat sebesar 16,99 persen yang berarti tergolong pada kategori ketimpangan sedang. Sementara untuk di perdesaan, angkanya tercatat sebesar 21,18 persen, yang berarti tergolong pada kategori ketimpangan rendah.

 

Dengan dalil di atas pemilik gagasan menyimpulkan bahwa upaya pemerataan pendapatan dan kekayaan rakyat melalui kooperativisasi BUMN bisa mencegah kehancuran bangsa dan negara dan dari kecemburuan sosial akibat kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi.

 

Pemilik gagasan menyimpulkan secara sederhana yang dimaksud dengan mengkoperasikan BUMN adalah sama dengan upaya memprivatisasi atau mengkorporatisasi BUMN yang sejak 2003, dari yang tadinya berupa badan hukum yang melekat dengan badan hukum publik pemerintah pusat berupa Perusahaan Jawatan (Perjan) dan Perusahaan Umum (Perum) diganti dengan badan hukum privat yang bernama Perseroan (PT).

 

Ia katakan pergantian badan hukum diatur dalam Pasal 9 UU BUMN. Konversi menjadi koperasi cukup dilakukan dengan perubahan pasal di UU BUMN dari persero atau perum menjadi berbadan hukum koperasi. Opini tidak berfokus pada semua aspek yang ditinjau oleh Suroto sebagai pemilik gagasan kooperativisasi BUMN namun langsung pada jantungnya, penulis berpendapat gagasan kooperativisasi bertolak belakang dengan filosofi koperasi terkait dengan prinsip, nilai dan jati diri koperasi.

 

Filosofi Koperasi

 

Menurut International Cooperative Alliance (ICA) 1995, koperasi adalah perkumpulan otonomi dari orang-orang yang bersatu secara suka- rela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi ekonomi, sosial dan budaya bersama melalui perusahaan yang mereka kendalikan secara demokratis.

 

Pengertian koperasi menurut ICA selaras dengan sejarah koperasi modern. Koperasi atau Co-op sebagai organisasi modern pertama berdiri pada tahun 1844 oleh 28 orang

buruh Pabrik tenun, tepatnya pada tanggal 22 Desember, di Toadlane, Rochdale, Inggris yang kemudian dikenal sebagai Pionner Rochdale, para perintis koperasi konsumen pertama di dunia ini.

 

Di luar sektor koperasi konsumsi, ada rintisan-rintisan jenis koperasi lain yang hingga saat ini memegang peranan penting. Misalnya Raiffisien seorang Walikota Flankesfare di Jerman dimana dia mengambil inisiatif mendorong petani-petani di sekitar kota untuk membentuk koperasi kredit.

 

Schulze Delitzcsh, seorang Hakim yang mengambil inisiatif serupa dengan memberi modal awal bagi berdirinya koperasi kredit (Volkbank) di Jerman. Alfonso Desjandin, seorang wartawan terkemuka dan juga seorang anggota parlemen yang aktif membantu koperasi kredit di Kanada. Kemudian E.A Filene, seorang pedagang kaya yang dengan caranya sendiri menunjukan keberpihakkanya pada orang kecil dan usaha kecil melalui pendidikan pengorganisasian yang kemudian ia namakan “Credit

Union” atau kumpulan orang-orang yang saling percaya di Madison, Wiconsin, USA.

 

Para perintis-perintis koperasi tersebut telah pula memberikan satu landasan ide, etika dan prinsip dasar yang kokoh bagi para penerus-penerusnya yang kemudian kita kenal sebagai nilai-nilai dan prinsip koperasi sebagai identitas koperasi dunia. Suatu pedoman terutama untuk menentukan strategi dan sebagai alat ukur dalam pencapaian komunitas atau organisasi secara bertahap dan berkelanjutan menuju sistem masyarakat partisipatif yang berkeadilan sebagaimana dicita-citakan oleh koperasi awal.

 

Penulis berpendapat ide kooperativisasi ini bertentangan dengan nilai, prinsip dan jati diri koperasi. Koperasi dibangun atas swadaya bersama, oleh karena itu secara bersama-sama anggota memiliki cita-cita yang sama, kepentingan yang sama dan usaha dikelola bersama.

 

Mari kita lihat landasan utama diadakannya kongres ICA tahun 1995 yang bertepatan 100 tahun berdirinya koperasi Rochdale. Kongres ICA ini adalah bentuk dari kerisauan dari fenomena  yang terjadi di dunia di mana terjadi kecenderungan penyelewengan terhadap jati diri koperasi di berbagai negara.

 

Beberapa bentuk penyelewengan yang terjadi saat itu antara lain, terjadi penyelewengan di Eropa Timur, koperasi kehilangan dominasi karena kuatnya campur tangan pemerintah, penyelewengan di Eropa Barat dan Amerika Serikat dengan pergeseran dari perkumpulan orang-orang menjadi perkumpulan modal dan penyelewengan di negara-negara berkembang dengan pergeseran dari prinsip kemandirian menjadi ketergantungan kepada bantuan dan inisiatif pemerintah.

 

Penulis memaknai ide kooperativisasi BUMN jika betul-betul dilakukan dengan kebijakan pemerintah sama saja dengan mematikan koperasi. Koperasi berdiri atas inisiatif individu untuk sefl help. Nilai-nilai koperasi yang luhur yang datang dari bawah hilang karena adanya gift pemerintah.

 

Tentu kita masih ingat kebijakan top down dalam pengembangan koperasi di masa orde baru, niat bagus untuk mengembangkan koperasi justru ternoda oleh banyak moral hazard dari pelaku koperasi saat itu. Kita tidak bisa melupakan sejarah begitu saja.

 

Coba kita lihat pesatnya perkembangan koperasi kredit atau credit union di tanah air. Awal mula kehadirannya CU yang tidak mendapatkan ijin pemerintah, tetapi dengan semangat kuat swadaya mereka saat ini mampu mengakumulasi lebih dari 4 juta anggota.

 

Besarnya CU karena ia dilandasi dengan 5 pilar koperasi, pertama swadaya. Credit Union tidak mendapatkan modal dari lembaga lain, melainkan menghimpun dananya melalui simpanan anggota dan hanya memberikan pinjaman kepada anggota yang berwatak baik. Kedua, setia Kawan (solidaritas). Credit Union merupakan kumpulan orang yang saling percaya, sehingga kesetiakawanan sosial antar anggota sangat diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidupnya.

 

Pilar ketiga, pendidikan. Credit Union memberikan pendidikan untuk menyadarkan atau membebaskan anggota dari kesulitan ekonomi, agar anggota memiliki pola pikir positif dalam mengelola keuangan untuk meningkatkan harkat hidup. Keempat, inovasi. Salah satu poin penting dalam perkembangan Credit Union adalah inovasi. Inovasi diperlukan sebagai jalan menuju kemajuan yang berkelanjutan untuk semakin memenuhi tuntutan zaman. 

 

Pilar kelima, persatuan. Credit Union satu dengan yang lainnya saling terhubung dengan ikatan pemersatu yang sama, kerjasama antar Credit Union dapat memperkuat gerakan koperasi kredit sehingga semakin dapat memudahkan memperkuat sosial ekonomi semua anggota kopdit.

 

Adanya ide dasar kooperativisasi, penulis melihat ada upaya instant untuk membangun koperasi yang sebetulnya akan lepas dari prinisp, nilai, dan jati diri koperasi. Mari kita kembali dengan ide dasar kongres di Manchester Inggris untuk dapat menjawab dua tema pokok yakni kembali pada nilai dan jati diri koperasi dan menempatkan koperasi sebagai badan usaha atau perusahaan (enterprise) dengan pengelolaan demokratis dan pengawasan bersama atas keanggotaan yang terbuka dan sukarela. Jalan ini tentu bukan dengan kooperativisasi BUMN menjadi koperasi tetapi dengan membangun koperasi yang telah ada dengan konsep pengelolaan Good Cooperative Governance (GCG).

Gerakan koperasi koperasi Indonesia harus kembali pada nilai menjunjung tinggi etika (ethical values) yaitu : kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial dan kepedulian kepada pihak lain (honesty, openness, social responsibility and caring of others (ICA, 1995).

 

Solusi

Penulis melihat keberadaan BUMN yang diatur oleh UU Nomor 19 Tahun 2003 tidak sama sekali mengarah pada praktek kapitalis yang merugikan masyarakat. Dalam berbagai sisi pengelolaan BUMN telah dilakukan dengan konsep Good Corporate Governance (GCG). Praktek yang dilakukan oleh BUMN hari ini juga telah memberikan manfaat untuk masyarakat dan pembangunan bangsa ini.  

 

Koperasi yang diatur dengan UU Nomor 25 Tahun 1992 juga telah berjalan dengan track yang benar. Penulis yakin beberapa tahun ke depan akan muncul koperasi-koperasi besar yang muncul dari inisiatif keswadayaan seperti semakin membesarnya CU saat ini.

 

Kedua badan hukum ini tidak perlu saling meniadakan karena BUMN di bawah Kementerian BUMN telah berjalan dengan baik dan koperasi di bawah Kementerian Koperasi dan UKM juga telah berjalan dengan baik. Justru keduanya harus bersinergi membangun kemajuan bangsa ini.

 

Penulis

Sularto Aras Hamka

Penulis Buku Koperasipreneur, Pendiri Asosiasi Manajer Koperasi Indonesia (AMKI) dan Wakil Kepala Sekretariat Perusahaan PNM